Asin
Tidak sengaja aku mendengar orang tuaku berbicara bahwa akan ada saudara jauh yang akan datang berkunjung. Asiknya bila ada saudara berkunjung adalah amplop berisi uang.
Malamnya datanglah si Oom yang terhormat itu. Aku mengintip-intip dari pintu belakang.
Sebagian rumahku tidak ada lampunya, untuk penghematan katanya. Padahal bangunannya sisa bangunan Belanda. Temboknya saja masih pakai batu.
Mungkin aku yang memang kampungan atau sekedar cari perhatian, waktu itu rasanya masuk Taman Kanak Kanak pun belum. Sebentar-sebentar aku ke ruang tamu. Sampai akhirnya mamaku berkata ,"Don, main sepeda di belakang!"
"Main sepeda di belakang bagaimana, sudah malam, lagi pula kita kan tidak punya sepeda?" sahutku.
Rupanya ini menyulut emosi mamaku, sambil berjalan ke belakang bersamaku, dan begitu terlepas dari pandangan si oom tadi...
Mulutku dicengkramnya dengan kain pel kasar, dihajarnya sekujur tubuhku pakai sapu sampai dengkul, siku dan tulang kering mengalir darah.
Lalu aku dikurungnya di gudang yang tidak pernah dimasuki. Sangat gelap, sampai-sampai kalau kupaksakan melihat, aku bisa melihat sosok orang bersandar berwajah mirip dengan tentara mainanku.
Kupegang pipiku lengket, dan kujilat asin darah. Makin lama makin aneh yang kulihat, tapi makin hilang rasa takutku.
Aku lupa apa yg terjadi besoknya.
Tapi itu hari terakhir aku pernah merasa takut.
-Don-
Sebagian rumahku tidak ada lampunya, untuk penghematan katanya. Padahal bangunannya sisa bangunan Belanda. Temboknya saja masih pakai batu.
Mungkin aku yang memang kampungan atau sekedar cari perhatian, waktu itu rasanya masuk Taman Kanak Kanak pun belum. Sebentar-sebentar aku ke ruang tamu. Sampai akhirnya mamaku berkata ,"Don, main sepeda di belakang!"
"Main sepeda di belakang bagaimana, sudah malam, lagi pula kita kan tidak punya sepeda?" sahutku.
Rupanya ini menyulut emosi mamaku, sambil berjalan ke belakang bersamaku, dan begitu terlepas dari pandangan si oom tadi...
Mulutku dicengkramnya dengan kain pel kasar, dihajarnya sekujur tubuhku pakai sapu sampai dengkul, siku dan tulang kering mengalir darah.
Lalu aku dikurungnya di gudang yang tidak pernah dimasuki. Sangat gelap, sampai-sampai kalau kupaksakan melihat, aku bisa melihat sosok orang bersandar berwajah mirip dengan tentara mainanku.
Kupegang pipiku lengket, dan kujilat asin darah. Makin lama makin aneh yang kulihat, tapi makin hilang rasa takutku.
Aku lupa apa yg terjadi besoknya.
Tapi itu hari terakhir aku pernah merasa takut.
-Don-