Menuju Ke Selatan
Terseok-seok aku berjalan di kegelapan ini.
Dan memang hanya di kegelapanlah aku sanggup berjalan. Berjalan di waktu malam, dan bersembunyi di balik bayangan di waktu siang.
Beberapa kali aku bertemu wajah-wajah familiar yang sudah tidak mengenaliku lagi. Aku dengan wajah yang sudah bisa dibilang tidak menyerupai manusia lagi.
Yah, masih menyerupai manusia, manusia yang tertabrak truk hahaha...
Tekadku kini hanya satu, menuju ke selatan, di mana katanya di situ adalah ujung bumi. Tempat tinggalku semasa kecil.
Mungkin di situ aku bisa merasa aman. Setidaknya sampai aku berhasil mengumpulkan semua persiapanku.
Entah sudah berapa jauh aku jalan terseok-seok seperti ini. Tapi biarlah, kalau menurut perhitunganku, sistem keseimbanganku akan kembali dalam waktubeberapa hari lagi.
Ya, beberapa hari sampai aku bisa bergerak dan bereproduksi secara normal lagi.
Tapi... kalau dipikir-pikir, jadi normal itu membosankan juga. Sekarang aku bisa bertahan hidup hanya dengan cara terus bergerak untuk menghasilkan energi. Sepertinya akan kubuang saja bagian otakku yang menerima sinyal lapar ini.
Hmmm... ide bagus.
Otak... bagian inilah hartaku yang tidak boleh sampai rusak. Selama aku masih memiliki otak ini. Aku hampir bisa mengantisipasi apa pun yang terjadi dengan bagian tubuhku. Ya seperti rasa lapar tadi. hanya saja aku belum menemukan sarananya. Sampai saat ini aku masih harus mengatasinya dengan cara primitif seperti yang orang lain lakukan, yaitu makan, dan mengeluarkan sisanya.
Jalanan semakin berliku-liku dan gelap dengan tepian jurang. Bagaimana aku bisa tahu ini gelap kalau mataku menerima semua sensor sinar dengan sama saja. Siapa tahu ini hanyalah siang yang sepi? Aku tidak sebodoh itu teman, aku bisa melihat orang-orang menyalakan lampu di rumahnya. Artinya gelap, kan?
Sejak kecil aku terbiasa membuat teori demi teori yang aku tahu jawabanya tapi terkadang aku bingung menjelaskannya. Bahkan terhadap guruku. Sering kali aku kena hukum karena aku dianggap mengejek kepintaran guru. Mereka sangat peduli dengan cara, dan itu adalah cara mereka. Walaupun aku bisa membuktikan caraku lebih tepat, tetap cara mereka yang dipakai.
Aku pun bingung kenapa aku harus dimasukkan ke lembaga pendidikan yang disebut sekolah, sementara banyak anak-anak pintar yng bisa lebih bebas memilih menjadi apa kelak, apabila tanpa melalui lembaga pendidikan itu.
Entah siapa yang mebuat aturan. Yang jelas orangtuaku pun tidak pernah mempertanyakan hal itu.
Dan memang hanya di kegelapanlah aku sanggup berjalan. Berjalan di waktu malam, dan bersembunyi di balik bayangan di waktu siang.
Beberapa kali aku bertemu wajah-wajah familiar yang sudah tidak mengenaliku lagi. Aku dengan wajah yang sudah bisa dibilang tidak menyerupai manusia lagi.
Yah, masih menyerupai manusia, manusia yang tertabrak truk hahaha...
Tekadku kini hanya satu, menuju ke selatan, di mana katanya di situ adalah ujung bumi. Tempat tinggalku semasa kecil.
Mungkin di situ aku bisa merasa aman. Setidaknya sampai aku berhasil mengumpulkan semua persiapanku.
Entah sudah berapa jauh aku jalan terseok-seok seperti ini. Tapi biarlah, kalau menurut perhitunganku, sistem keseimbanganku akan kembali dalam waktubeberapa hari lagi.
Ya, beberapa hari sampai aku bisa bergerak dan bereproduksi secara normal lagi.
Tapi... kalau dipikir-pikir, jadi normal itu membosankan juga. Sekarang aku bisa bertahan hidup hanya dengan cara terus bergerak untuk menghasilkan energi. Sepertinya akan kubuang saja bagian otakku yang menerima sinyal lapar ini.
Hmmm... ide bagus.
Otak... bagian inilah hartaku yang tidak boleh sampai rusak. Selama aku masih memiliki otak ini. Aku hampir bisa mengantisipasi apa pun yang terjadi dengan bagian tubuhku. Ya seperti rasa lapar tadi. hanya saja aku belum menemukan sarananya. Sampai saat ini aku masih harus mengatasinya dengan cara primitif seperti yang orang lain lakukan, yaitu makan, dan mengeluarkan sisanya.
Jalanan semakin berliku-liku dan gelap dengan tepian jurang. Bagaimana aku bisa tahu ini gelap kalau mataku menerima semua sensor sinar dengan sama saja. Siapa tahu ini hanyalah siang yang sepi? Aku tidak sebodoh itu teman, aku bisa melihat orang-orang menyalakan lampu di rumahnya. Artinya gelap, kan?
Sejak kecil aku terbiasa membuat teori demi teori yang aku tahu jawabanya tapi terkadang aku bingung menjelaskannya. Bahkan terhadap guruku. Sering kali aku kena hukum karena aku dianggap mengejek kepintaran guru. Mereka sangat peduli dengan cara, dan itu adalah cara mereka. Walaupun aku bisa membuktikan caraku lebih tepat, tetap cara mereka yang dipakai.
Aku pun bingung kenapa aku harus dimasukkan ke lembaga pendidikan yang disebut sekolah, sementara banyak anak-anak pintar yng bisa lebih bebas memilih menjadi apa kelak, apabila tanpa melalui lembaga pendidikan itu.
Entah siapa yang mebuat aturan. Yang jelas orangtuaku pun tidak pernah mempertanyakan hal itu.
Aku terlahir di keluarga yang pas-pasan kedua orangtuaku adalah guru, dan sepertinya aku dan saudara kembarku mewarisi kepintaran orangtuaku.
Dengan cara yang aneh sayangnya hahaha... apa pun yang kami pelajari, diserap oleh kami berdua. Dan kalau aku tidak minat pada satu hal, dia pun ikut-ikutan tidak mampu mempelajarinya, segiat apa pun dia berusaha.
Pernah suatu hari dia membeli alat musik, untuk memikat teman sekolah kami. Dia berlatih setiap hari, siang dan malam, sampai ayah mengancam akan membuang alat musik itu karena banyak keluhan dari tetangganya. Dia tetap tidak bisa, sampai suatu hari aku kasihan padanya dan mulai membaca-baca buku musik yang dipelajarinya.
Dalam sekejap mata, dia pun mampu memainkannya. Dia memelukku sambil meneteskan air mata karena luapan terimakasih yang begitu besar. Lalu malam itu dia berlatih agar bisa pamer ke teman sekolah kami besoknya. Lalu ayah masuk sambil marah dan membakar alat musiknya. Hahaha... sial sekali ya?
Berbicara soal rumah kami yang katanya ada di ujung bumi, terus terang aku dan saudaraku ingin sekali pergi ke sana, ya agar tidak usah ke sekolah lagi.
Sering terpikir untuk membuat pesawat dan terbang menabrak batasan di sana, itu pun kalau ada batasannya. Namun saudaraku lebih memutuskan untuk membuat perahu, karena bisa memuat lebih banyak makanan katanya.
Dan itu jadi debat tak berujung yang tak pernah teralisasi.
Aku memiliki seorang anak, yang direnggut dariku. Semoga dia ingat pesanku padanya agar mencari Bentley, saudaraku, kalau terjadi sesuatu pada kami.
Semoga hal itu dilakukannya. Menurut perhitunganku, saat ini harusnya hal itu sedang dilakukannya. Sialnya, aku tidak memberi tahu Panggil Saya MauriceBentley apa-apa soal anakku ini.
Aku masih harus mencari cara agar bau busuk daging ini tidak terlalu menyengat. Kimia bukanlah bidangku sejak dulu. Tapi aku yakin, kalau kupelajari bersama dengan Bentley, hal ini tidak jadi masalah.
Mungkin kalian bingung kenapa aku bisa menceritakan hal ini kepada kalian. Bukankah aku telah mati dan terkubur?
Hei, aku Mogrid! Aku menghidupkan Despacibot dari rongsokan.
Memalsukan kematian dan bangkit lagi adalah hal sepele buatku bukan?
-Mogrid-
Dengan cara yang aneh sayangnya hahaha... apa pun yang kami pelajari, diserap oleh kami berdua. Dan kalau aku tidak minat pada satu hal, dia pun ikut-ikutan tidak mampu mempelajarinya, segiat apa pun dia berusaha.
Pernah suatu hari dia membeli alat musik, untuk memikat teman sekolah kami. Dia berlatih setiap hari, siang dan malam, sampai ayah mengancam akan membuang alat musik itu karena banyak keluhan dari tetangganya. Dia tetap tidak bisa, sampai suatu hari aku kasihan padanya dan mulai membaca-baca buku musik yang dipelajarinya.
Dalam sekejap mata, dia pun mampu memainkannya. Dia memelukku sambil meneteskan air mata karena luapan terimakasih yang begitu besar. Lalu malam itu dia berlatih agar bisa pamer ke teman sekolah kami besoknya. Lalu ayah masuk sambil marah dan membakar alat musiknya. Hahaha... sial sekali ya?
Berbicara soal rumah kami yang katanya ada di ujung bumi, terus terang aku dan saudaraku ingin sekali pergi ke sana, ya agar tidak usah ke sekolah lagi.
Sering terpikir untuk membuat pesawat dan terbang menabrak batasan di sana, itu pun kalau ada batasannya. Namun saudaraku lebih memutuskan untuk membuat perahu, karena bisa memuat lebih banyak makanan katanya.
Dan itu jadi debat tak berujung yang tak pernah teralisasi.
Aku memiliki seorang anak, yang direnggut dariku. Semoga dia ingat pesanku padanya agar mencari Bentley, saudaraku, kalau terjadi sesuatu pada kami.
Semoga hal itu dilakukannya. Menurut perhitunganku, saat ini harusnya hal itu sedang dilakukannya. Sialnya, aku tidak memberi tahu Panggil Saya MauriceBentley apa-apa soal anakku ini.
Aku masih harus mencari cara agar bau busuk daging ini tidak terlalu menyengat. Kimia bukanlah bidangku sejak dulu. Tapi aku yakin, kalau kupelajari bersama dengan Bentley, hal ini tidak jadi masalah.
Mungkin kalian bingung kenapa aku bisa menceritakan hal ini kepada kalian. Bukankah aku telah mati dan terkubur?
Hei, aku Mogrid! Aku menghidupkan Despacibot dari rongsokan.
Memalsukan kematian dan bangkit lagi adalah hal sepele buatku bukan?
-Mogrid-